Archive for March 25th, 2010




Jangan Malu Punya Anak “Down Syndrome” !

JAKARTA- Minggu pagi itu sangat Istimewa bagi Intan, Ita, Eko, dan 300 anak-anak down syndrome (tuna grahita) lainnya. Mereka berkumpul bergembira bersama anak-anak dan orang normal lainnya dalam acara Gelar Fun Day bagi anak-anak down syndrome.
Sebagian bergembira lomba menggambar dan mewarnai, menyusun puzzle, lomba bermain dart, mini basket, dan pertandingan sepak bola. Sebagian lagi ada yang mengisi tari-tarian tradisional.
Menurut pendiri Sekolah Luar Biasa (SLB)-C Dian Grahita, Kemayoran, Maisi Wiryadi (63), semakin hari semakin sering kita temukan anak down syndrome. Jumlahnya 8.000 orang di seluruh Indonesia. “Jumlah ini akan terus meningkat karena sekarang ketahuan. Kalau dulu diumpetin orang tua karena wajah mereka jelek. Orang bilang Mongoloid Syndrome,” jelasnya.
Menurutnya orang tua tidak perlu malu memiliki anak-anak down syndrome. Anak itu adalah titipan Tuhan, dan pasti ada maksud Tuhan pada ibu yang melahirkan dan membesarkan anak-anak down syndrome.
“Saat ini kita sudah ada perkumpulan bagi para orang tua anak-anak ini. Kita harus berkumpul untuk membagi pengalaman, belajar menerima, dan saling memotivasi. Semua orang tua harus kreatif dan aktif mendidik anak-anaknya,” jelasnya lagi.

Latihan Mandiri
Semenjak usia 40 hari, Intan sudah dibawa melihat dunia luar. Selama 6 bulan, Maisy membawanya tinggal berpindah-pindah di rumah kerabat dan temannya. “Sampai 4 tahun saya latih Intan untuk Mandiri dan tidak tergantung hanya pada saya. Pada usia lima tahunm saya masukkan ke asrama susteran. Saya harus yakin bahwa dia bisa ditinggal. Hasilnya Intan menjadi sangat percaya diri banget,” Maisi Wiryadi menceritakan pengalamannya mendidik anaknya, Intan (25) yang kini telah bekerja menjadi HRD di sebuah perusahaan bunga.
Anak down syndrome sulit untuk abstraksi. Untuk mengajarkan tentang bahaya harus dengan memberikan pengalaman konkret. Mereka harus hati-hati dengan kendaraan yang lalu lalang. Caranya dengan menunjukkan mobil yang menabrak dan menghancurkan buah-buah semangka di hadapannya.
Agar Intan tidak turun-naik tangga di rumah bertingkat, ibunya membeli telur ayam dan menjatuhkan dari loteng. Dia juga ikut menjatuhkan telur-telur itu dan pecah. Sampai dia mengerti bahwa kalau tidak hati-hati dia akan jatuh seperti telur dan bisa pecah.
Intan juga sudah pernah merasakan bahaya listrik, panasnya api geretan, dan tajamnya pisau. “Saat ini saya tidak khawatir Intan jalan sendiri. Walaupun tinggal di rumah loteng, dia tidak akan berani turun-naik. Intan tidak akan mencoba-coba barang berbahaya seperti kabel listrik, geretan api, dan pisau.
Ia bahkan tidak akan pernah mencoba makanan dan minuman dari orang lain, karena takut pada narkoba. Saya pernah tunjukkan film tentang penderitaan orang kecanduan,” jelasnya.
Semua orang menganggap bahwa anak down syndrome tidak memiliki perasaan. Ini tidak benar. Jika dididik tentang cinta kasih secara benar mereka akan sama seperti anak normal lainnya.
“Mengajarkannya juga harus konkret, jangan memarahi dan menyakiti mereka. Setiap hari otot matanya saya urut agar turun dan ujung bibir saya tarik, sehingga ekspresinya menjadi hidup seperti orang lain. Butuh ketulusan untuk menerima dan mendidik mereka. Kalau kita setengah-setengah dan menganggap anak-anak ini hopeless, mereka akan merasakan dan tidak akan bisa apa-apa,” jelas Maisi.
Saat ini, Intan dan Ita dapat melukis, main organ, dan menjahit. Intan bahkan dapat berdebat dan mengajukan pendapatnya sendiri. Semua karena latihan. “Kuncinya, ia harus mau lakukan apa yang kita mau, tapi jangan dipaksa. Ajar mereka sambil bermain. Kalau mereka bersekolah, kita perlu feed back pelajaran disekolah. Tanyakan apa yang dipelajari dan bagaimana mereka menghadapinya. Ini akan membantu mereka untuk mengingat pelajaran,” jelasnya.

Gagalnya Sekolah Umum
Saat ini, sebuah perkumpulan bernama Ikatan Sindroma Down Indonesia telah dibentuk. Tujuannya untuk saling berbagi pengalaman antara orang tua. Masih banyak orang tua yang tidak begitu peduli, makanya anaknya tidak berhasil. Setiap orang tua tidak boleh malu terhadap anaknya yang down syndrome.
“Jangan diumpetin dan beri kesempatan pada anak-anak down syndrome untuk bersosialisasi. Masyarakat harus tahu bahwa anak seperti ini bisa seperti orang normal. Kita rencanakan untuk dirikan sebuah center (pusat) untuk latihan bagi anak-anak yang besar, karena selesai sekolah mereka juga harus bisa bekerja,” tegasnya
Sekolah SLB-C Dian Grahita juga didirikan untuk menutupi kegagalan sekolah-sekolah umum lainnya. Pada sekolah umum atau SLB lainnya, kebanyakan anak seperti in penekanan lebih pada persoalan akademis ketimbang praktik.
Seharusnya, latihan mengenal lingkungan dengan keluar sekolah menjadi dasar pendidikan. Kita hanya bisa mengajar anak down syndrome setelah mendaptkan kontak mata darinya. “Tetapi kalau tidak, semua yang diomongkan tidak akan didengarnya. Kalau dia sudah kenal lingkungan dan orang lain, dia tidak akan takut dan mau dengar,“ jelas Maisi lagi tentang anak-anak yang menderita kelainan kromosom yang terjadi pada saat pembuahan awal.

“Special Olympic”
Saat ini sedang disiapkan pekan olahraga nasional (PORNAS) kelima pada bulan September 2006 dan pemenangnya akan dikirim ke World Summer Game di Shanghai. Pesertanya adalah semua anak-anak down syndrome, low ability, dan autis. “Atlet Indonesia mendapat emas, perak dan perunggu untuk cabang atletik dan tenis meja. Setiap minggu mereka berlatih di lapangan bola Rawamangun,” demikian jelas Direktur Relawan Asia Selatan, Josephine Setyono
Latihan out door terus menerus akan meningkatkan fungsi motorik, kepercayaan diri dan disiplin anak anak down sindrom. Eko adalah salah seorang pemenang atletik dan bisa main musik. Dulunya Eko penyendiri, namun saat ini setelah terlibat dalam program menyosialisasikan anak-anak down sindrom, ia dapat mencapai prestasi.
”Mereka hanya butuh disayangi dan dianggap sama dengan yang lain untuk dapat memiliki percaya diri. Kalau semakin dibedakan, maka akan menambah tekanan. Kalau kita rangkul maka mereka akan senang sekali,” jelas Josephine yang menjadi salah satu dari 250 relawan pada acara yang didukung oleh perusahaan listrik, General Electric. n

Add a comment March 25, 2010

Anak Berkebutuhan Khusus – Jangan Sisihkan Anak-anak “Down Syndrome” Itu…

Meski anak-anak down syndrome memiliki keterbatasan, mereka tetap mampu berprestasi. Karena itu, anak-anak down syndrome perlu perhatian, didampingi, dan jangan disisihkan.

“Semua anak haruslah dianggap sama. Janganlah mereka disisihkan. Sebaiknya mereka pun dibekali keterampilan,” kata Ny Mufidah Jusuf Kalla saat hadir pada acara wisuda lulusan SD, SMP, dan alumni Sekolah Luar Biasa (SLB) Dian Grahita, Jakarta, Senin (6/8).

Menurut suster Joanni, Kepala SLB Dian Grahita, wisuda ini sangat berarti bagi anak-anak down syndrome. “Inilah bukti cinta orangtua dan sekolah kepada anak-anak kami. Mudah- mudahan ini titik awal. Saatnya masyarakat menerima dan mencintai anak-anak kami,” katanya.

Down syndrome disebabkan adanya gangguan pada kromosom yang ke-21. Manusia memiliki 23 pasang kromosom. Pada anak down syndrome, kromosom mereka yang ke-21 tidak sepasang (dua), melainkan tiga kromosom (trisomi). Dengan kata lain, down syndrome adalah gangguan genetik.

Pada wisuda hari Senin lalu, ada 30 anak yang diwisuda. Tujuh anak adalah lulusan SD, 11 lulusan SMP, dan 12 anak adalah alumnus SLB Dian Grahita. Mengenakan jubah dan toga berwarna ungu, mereka sangat antusias mengikuti acara wisuda yang dimeriahkan tari-tarian dari rekan-rekan mereka.

Menurut Ketua Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI) Aryanti Rosihan Yacub, setelah tamat sekolah, anak-anak pada umumnya akan mengejar masa depan. Akan tetapi, para orangtua anak-anak down syndrome justru mengalami ketakutan bagaimana masa depan anak-anak mereka karena keterbatasannya.

“Karena itu ada ISDI, agar kehidupan mereka berguna dan berarti. Ada banyak rintangan dan cucuran air mata. Asuransi kesehatan pun menolak mereka karena takut rugi. Tetapi, dengan keterbatasan mereka, anak-anak ini sebetulnya juga dapat berprestasi mengangkat nama bangsa dan negara di dunia internasional,” kata Aryanti.

Kimberly, yang baru saja lulus SD (biasa dipanggil Kim Kim) pada SLB Dian Grahita, misalnya. Walaupun untuk berjalan saja Kim Kim mengalami kesulitan, tetapi begitu “nyemplung” ke kolam renang, ia bak ikat pesut yang bergerak cepat.

Michael Rosihan Yacub, yang lulus SMP, telah berpraktik kerja di British International School. Ia pun mampu mandiri. Robby Eko Raharja yang juga lulus SMP, selain lincah memainkan keyboard juga menang terus dalam acara-acara pekan olahraga.

Alumni SLB Dian Grahita, seperti Adrian Raharja, pun pernah menjadi juara I renang Porcaba 2005, mendapatkan medali perak Bocce di Taipei (Taiwan), juara I Bocce Porcaba 2007.

Tak semua anak down syndrome menyusahkan keluarganya. Seperti Marisa (16), siswa SMA Triasih di Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Ia bisa mandiri dan sangat senang menari.

Betapa pun anak-anak, down syndrome ada di sekeliling kita. Adalah kewajiban kita untuk membekali mereka dengan keterampilan guna menghadapi masa depan….

Add a comment March 25, 2010

Solusi Jalan Lebih Dini Pada Bayi Down Syndrome

Sebuah penelitian baru memberikan harapan bagi bayi yang menderita down syndrome untuk bisa berjalan lebih cepat. Down syndrome adalah kondisi yang disebabkan oleh kelainan genetik dan berakibat pada proses tumbuh kembang si bayi yang menjadi lebih lambat dan sering mengarah pada keterbelakangan mental. Hal ini juga berakibat pada proses belajar jalan yang baru bisa mereka lakukan pada usia 24-28 bulan, setahun lebih lama dibanding anak-anak yang normal.

Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Michigan di Chicago mengungkapkan dengan training treadmill, bayi penderita down syndrome dapat berjalan lebih cepat dibanding jika mereka hanya melakukan terapi standar. Penelitian melibatkan 30 bayi penderita down syndrome. Orangtua si bayi diminta untuk membantu anak mereka untuk berjalan di treadmill selama 8 menit perhari selama 5 hari dalam seminggu secara rutin.

Para bayi ditempatkan pada sebuah dudukan yang digantung pada mesin treadmill untuk menyangga si bayi. Sementera itu sabuk treadmill akan merangsang mereka untuk melangkah ketika mesin treadmill dinyalakan. Intensitas dan kecepatan dari training treadmill akan dinaikkan secara bertahap ketika para bayi ini telah menambah kecepatan langkah mereka 10, 20, 30 langkah per menit. Hasilnya, para bayi yang menggabungkan terapi fisik dan juga training treadmill, dapat berjalan lebih cepat 4-5 bulan lebih dini dibanding dengan bayi penderita down syndrome yang hanya melakukan terapi fisik saja.

Menurut Profesor Dale Ulrich, Divisi Kinesiology dari Universitas Michigan sekaligus ketua penelitian ini, dengan membantu bayi penderita down syndrome berjalan lebih cepat, hal ini dapat meningkatkan perkembangan kemampuan sosial, kemampuan motorik, daya tangkap dan kemampuan kognitif mereka.

“Kuncinya adalah jika kita dapat membuat mereka berjalan lebih cepat, maka mereka juga akan lebih baik dan lebih dini untuk bisa mengenali lingkungan sekitar mereka. Ketika Anda sudah mulai belajar untuk mengenali lingkungan, Anda akan belajar tentang dunia sekitar Anda,” ujar Ulrich. “Maka, proses berjalan menjadi faktor penting yang mempengaruhi setiap fase tumbuh kembang seorang anak,” kata Prof. Dale menambahkan.

Add a comment March 25, 2010

Apakah Down Syndrome Akibat Penyakit Keturunan?

Down syndrome adalah salah satu penyakit yang bisa disebabkan oleh faktor genetis (keturunan) dimana salah satu dari keluarga pasangan suami atau istri ada yang mengidap penyakit yang sama. Kemungkinan ini bisa terjadi sekitar 70-80%. Down syndrome sendiri terjadi dikarenakan adanya kromosom abnormalitas pada saat pembuahan terjadi (ini terjadi pada masa prenatal/di dalam kandungan). Penyebab lainnya bisa juga karena si Ibu terkena infeksi pada saat kehamilan, bayi kekurangan nutrisi di awal kehidupannya, terkena bahan kimia yang beracun pada saat kehamilan. Sementara untuk penyebab terjadinya down syndrome pada saat masa kelahiran bisa disebabkan karena kelahiran anoxia (kehilangan oksigen), luka pada otak, dan lainnya.
down syndrome adalah jenis penyakit yang terjadi lebih kepada kerusakan otak, di samping juga dengan cirri-ciri fisik yang nampak (wajah mongoloid, koordinasi gerakan anggota tubuh yang kurang baik). Untuk kesembuhan secara total umumnya memang sampai saat ini belum ditemukan. Tetapi banyak hal yang bisa kita lakukan untuk meminimalisir kesulitan-kesulitan yang terjadi akibat penyakit yang ananda derita tersebut. Dengan berbagai teraphy yang diberikan Insya Allah ananda dapat hidup wajar dengan anak-anak lainnya yang normal.

Therapi yang saya sarankan untuk membantu ananda adalah :

1. Therapi behavior : Untuk membentuk tingkah laku sosial ananda.
2. Fisio Therapi : Therapi fisik yang didalamnya memperbaiki gerak tubuh ananda yang belum stabil, melatih keseimbangan, koordinasi gerak tubuh dan lainnya.
3. Okupasi Therapi : Memperbaiki motorik halus ananda agar ananda bisa menggenggam, mengangakat benda dan menulis sehingga ananda bisa bersekolah (mengikuti pelajaran sekolah). Dengan terapi ini ananda akan dilatih untuk membuat semua otot dalam tubuhnya berfungsi dengan tepat.
4. Therapi Wicara : Melatih ananda untuk bisa berkomunikasi dengan baik dan benar. Yaitu dengan latihan enkoding dan dekoding (pengujaran dan pemahaman kata yang diucapkan).
Sehingga ananda dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
5. Therapi Sensory : Untuk melatih kemampuan mengolah dan mengartikan Integrasi seluruh rangsang sensoris yang diterima dari tubuh maupun lingkungan. Dan kemudian menghasilkan respons yang terarah, hal ini berguna untuk meningkatkan kematangan susunan saraf pusat sehingga lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya. Aktivitas ini sangat merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar

Add a comment March 25, 2010

Menyekolahkan si anak ’spesial’

Di ajang curhat (mencurahkan isi hati)milis Putera Kembara, milis khusus untuk para orangtua yang anaknya autis, seorang ibu menulis, “Saya punya pengalaman tiga tahun menyekolahkan anak saya yang autis di sekolah umum, dari playgroup sampai TK. Dari segi perilaku banyak sekali kemajuan. Dia sudah care sama temannya, sudah banyak bertanya tentang apa yang dia dengar dari penjelasan gurunya, misalnya apa itu neraka, surga dan lain-lain, meski pun saat diterangkan dia sibuk dengan puzzle-nya.”

Ada lagi orangtua yang mengisahkan, anaknya juga masuk ke playgroup umum, melakukan speech therapy dan konsultasi ke psikolog, dan mengalami perkembangan luar biasa. Sekarang si anak sudah berusia enam tahun, lancar berkomunikasi meski kadang-kadang tak jelas dan harus diulang. Kemampuan akademis si anak juga luar biasa, walau soal maturity agak tertinggal.

Tapi, ada juga orangtua yang rupanya tidak terlalu ’beruntung’. Setelah si anak (4) dimasukkan ke TK umum selama beberapa bulan, mereka melihat hal itu ternyata tidak efektif. Si anak tidak mengalami kemajuan dalam kemampuan untuk berkomunikasi secara verbal, dan yang lebih parah lagi, tujuan agar bisa bersosialisasi seperti yang dicari banyak orangtua ketika menyekolahkan anaknya di sekolah umum ternyata tak tercapai. Maklum, sikap agresif yang kerap ditunjukkan anak autis, membuat anak-anak lain justru takut untuk mendekat.

Memang, anak-anak autis cenderung punya karakter hiperaktif, kurang fokus terhadap lawan bicara, dan membatasi interaksi mereka dengan lingkungan sekitar. Sebagian anak autis punya ingatan dan kemampuan bicara normal, tapi sebagian lagi tidak normal. Yang jelas mereka sulit berinteraksi dengan lingkungan, apalagi berteman. Tak heran kalau mereka seolah punya dunia sendiri, punya minat yang obsesif dan cenderung bersikap repetitif. Bahkan dalam kondisi yang agak parah, sekadar untuk bisa melakukan aktivitas dasar pun mereka butuh latihan intensif.

Meski tak tertutup kemungkinan bagi mereka untuk bersekolah di sekolah umum, dan sebagai orangtua Andalah yang paling berhak memutuskan, pertimbangan berikut mungkin bisa jadi masukan bagi Anda.

Kondisi anak
Bila setelah terdeteksi (autis) anak memperoleh penanganan baik dan mengalami kemajuan pesat, mungkin saja dia bisa disekolahkan di sekolah umum. Tapi, bila modal si anak dari awal sudah ’kurang’ atau kondisi autisnya memang lebih parah, tak bisa bicara misalnya, sebaiknya dia memang tak dimasukkan ke sekolah umum. Begitu pun bila anak autis ini sulit untuk berkonsentrasi di tempat ramai, mungkin sebaiknya orangtua tak memaksa si anak untuk masuk ke sekolah umum.
“Bisa-bisa dia malah benci belajar, hingga kemudian dia berkembang dengan konsep diri yang negatif karena selalu gagal, selalu berada di urutan paling bawah dan tertinggal dari teman-temannya,” kata Dyah Puspita, psikolog dan sekretaris Yayasan Autisme Indonesia (YAI) yang akrab dipanggil Ita ini. Anak boleh didukung untuk masuk ke sekolah umum kalau taraf autisnya terbilang ringan.

Menurut Vera Itabiliana, psikolog anak dan remaja, sebelum memutuskan apakah si anak perlu dimasukkan ke sekolah khusus atau tidak, orangtua perlu menguji anaknya dengan sejumlah pertanyaan, seperti: Bisakah si anak duduk diam di kelas selama jangka waktu yang lama, bisakah dia mengikuti aturan, bisakah dia memahami instruksi orang lain, atau bisakah dia mengendalikan emosinya ketika ada sesuatu yang tak berkenan terjadi? “Bila semua pertanyaan di atas jawabannya “tidak”, ya tidak ada positifnya memaksa anak masuk sekolah umum, lebih baik dia masuk sekolah khusus saja,” kata Vera.

Toh, hal itu terpulang lagi kepada orangtua. Sebagai psikolog yang juga terapis bagi anak-anak autis dan pengelola sekolah autis Mandiga, Ita tak pernah langsung menganjurkan agar seorang anak autis dimasukkan ke sekolah umum atau sekolah khusus. “Semuanya terserah orangtua si anak, saya hanya memberitahu kemungkinan-kemungkinan yang akan mereka hadapi sebagai konsekuensi pilihannya,” katanya.

Jadi, sah-sah saja, kok, kalau orangtua mau coba-coba dulu memasukkan anaknya ke sekolah umum. Siapa tahu si anak memang mampu. Tapi, bila si orangtua sejak awal memang menyadari si anak mungkin sulit menyesuaikan diri di sekolah biasa, sekolah khusus akan menjadi pelabuhan yang tepat. Ketika anak lain patuh saat disuruh latihan menulis misalnya, si autis mungkin akan ’membangkang’ dan asyik sendiri melakukan hal lain. Itulah yang mungkin akan menyulitkan mereka di sekolah umum.

Biasanya orangtua yang tak bisa memasukkan anaknya ke sekolah umum memang mengalami kebingungan. Tapi, menurut Ita, saat ini sudah cukup banyak pilihan. “Selain di SLB (Sekolah Luar Biasa), bisa juga dia dimasukkan ke sekolah reguler, di special wings dengan special needs, yang menerapkan kurikulum tersendiri, atau homeschooling saja. Orang belajar itu kan tidak harus selalu di sekolah umum. Kalau ada sekolah khusus, itu baik, tapi kalau nggak ada, kenapa nggak dibuat? Nggak punya tempat? Di garasi saja!” kata Ita.

Lalu bagaimana dengan guru-gurunya? Nggak ada, lho, guru yang siap pakai. Semua belajar lagi karena setiap anak berbeda karakternya. Tak ada satu anak autis pun yang sama persis dengan anak autis yang lain. Satu hal yang utama, guru itu harus punya niat untuk membaktikan diri terhadap tugasnya, karena urusan ilmu dan teknik bukanlah sesuatu yang tak bisa dipelajari.

Lingkungan kondusif
Di sekolah khusus, kebutuhan anak-anak ini memang lebih terpenuhi karena lingkungan fisik, pengajar maupun kurikulumnya sudah dirancang sedemikian rupa sehingga lebih cocok dengan kondisi anak. “Anak berada di lingkungan yang bisa memahami kondisi khusus mereka tanpa ada label ’anak aneh’ atau anak bandel. Maklum, anak yang hiperaktif sering dicap biang onar di sekolah-sekolah umum,” kata Vera. Akibatnya, kepercayaan diri anak lebih terjaga karena dia tidak merasa ’aneh’ sendiri atau tertinggal dari teman lain yang normal.

Itulah juga pertimbangan Aprilia, ibu dari Davina (4), ketika memilih menyekolahkan anaknya di sebuah sekolah khusus untuk anak-anak autis. “Saya lihat perkembangan anak juga akan lebih optimal karena terapi bisa dilakukan sambil sekolah. Guru-gurunya juga mempunyai keahlian sebagai terapis,” katanya.

Sebaliknya di sekolah umum, guru seringkali minim atau tak punya pengalaman sama sekali menangani anak-anak ’spesial’ ini. Bukan itu saja, guru juga sulit memberikan perhatian khusus kepada si anak autis karena rasio jumlah anak dan guru dalam satu kelas kurang ideal. Di sekolah umum, satu kelas biasanya berisi lebih dari 20 anak. Bandingkan dengan di sekolah khusus anak autis, di mana satu guru rata-rata menangani tiga anak. “Lebih dari itu, pasti sudah keteteran,” kata Ita.

Selain itu, menurut Ita, “Jangankan untuk anak autis, untuk anak normal pun kurikulum pendidikan nasional saat ini sudah lumayan berat.” Pantaslah kalau anak autis yang bersekolah di sekolah umum biasanya jadi lebih tertatih-tatih. Karena itu, menurut Ita, metode belajar di sekolah autis Mandiga dibatasinya hanya pada hal-hal yang bersifat aplikatif. “Mereka diajari membaca, menulis, berhitung. Tapi yang lain-lain, kira-kira terpakai atau tidak? Kalau tidak, ya lebih baik tidak usah,” katanya.

Cara mengajar pun tidak bisa selalu sama untuk setiap anak. Untuk mengajarkan sebuah kosa kata, misalnya, guru anak autis tak jarang harus putar otak untuk bisa menarik perhatian mereka. Tak jarang mereka harus memulainya dari sesuatu yang menarik minat anak. Contoh bila si anak suka oli, maka akan lebih efektif kalau dia mulai belajar dari kata “oli”, sementara bila dia suka mobil, ya akan lebih efektif untuk mulai mengajari dia dari kata “mobil”.

Karena setiap penyandang autis berbeda dalam mengolah dan merespon informasi, kurikulum dalam proses belajar-mengajar memang harus disesuaikan dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing anak. Pola pendidikan yang tepat itu juga harus diajarkan oleh guru-guru yang memang punya dedikasi untuk mendidik dan mau mencintai anak-anak ’spesial’ itu. Kalau tidak, terbayang kan rasanya menghadapi anak-anak yang bisa menangis terus selama berjam-jam tanpa henti, atau marah-marah dan malah kadang mengamuk tanpa alasan.

Saat ini, perhatian pemerintah terhadap pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus (special needs) memang masih sangat minim. Padahal, jumlah anak-anak dengan berbagai kekurangan ini terus bertambah. Saat ini saja, menurut Yayasan Autisme Indonesia, meski belum ada penelitian khusus, diperkirakan dari 160 kelahiran satu diantaranya adalah anak autis. Wah, kenapa bisa sebesar itu? “Memang autis itu biasanya dipengaruhi oleh faktor genetis, tapi pemicunya bisa dari faktor eksternal seperti gaya hidup, vaksin, makanan, pengaruh zat-zat kimia, dan polusi yang makin parah,” kata Ita. “Bayangkan kalau jumlah mereka terus bertambah dan tidak memperoleh pendidikan yang memadai. Betapa pun mereka itu kan juga generasi penerus,” tambahnya.

Rasa prihatin Ita itu mungkin ungkapan hati seorang ibu yang anaknya juga penyandang autis. Tapi, harapan akan perhatian yang lebih besar terhadap anak-anak berkebutuhan khusus seperti anak-anak autis ini mungkin juga harapan kita semua. Harapan ini bahkan juga pernah dilontarkan Torey Hayden, psikolog dan guru anak-anak berkebutuhan khusus asal Inggris ketika bertandang ke Indonesia sekitar dua tahun lalu. Menurut penulis buku laris Sheila: Luka Hati Seorang Gadis Kecil itu, anak-anak ini perlu bersekolah di tempat yang tepat karena sebagian dari mereka punya potensi intelektual yang tak kalah dibanding anak normal. Pendidikan yang baik dan sesuai dengan kebutuhan mereka akan membuat anak-anak ini bisa hidup wajar, mandiri, dan tidak sepenuhnya bergantung pada keluarga dan lingkungan.

***

Anak-anak dengan down syndrome
A gift of life, anak-anak ini adalah kado dari Tuhan. Mereka bukan untuk disembunyikan, bukan pula untuk dianggap sebagai kutukan yang memalukan. Mereka juga berhak untuk menikmati kehidupan seperti anak normal yang diajak jalan-jalan oleh orangtuanya ke mal, atau diajak bersosialisasi dengan anak lain. Itulah yang selalu ditekankan oleh Doni Rizal, direktur eksekutif dan para pengajar di Pusat Informasi dan Pendidikan Down Syndrome Matahari Lestari kepada para orangtua anak-anak down syndrome.

Berbeda dengan anak autis yang selintas terlihat seperti anak normal, anak-anak down syndrome memang langsung bisa dilihat perbedaannya dengan anak normal. Wajah mereka bundar seperti bulan purnama (moon face), dengan mata sipit yang ujung-ujungnya tertarik ke atas. Sampai saat ini, belum diketahui apa penyebab kerusakan kromosom No.21 yang menjadi pemicu kelainan genetis penyebab down syndrome ini. Tapi diperkirakan ada beberapa faktor yang berperan, seperti usia ibu yang sudah cukup lanjut, terpapar ultrasound USG lebih dari 400 kali, pengaruh alkohol, obat-obatan Cina, dan lain-lain.

Anak-anak down syndrome punya tiga karakter khas, yaitu: secara intelektual rendah, secara mental terbelakang dan secara fisik mereka juga lemah. “Dengan kondisi seperti itu, tidak mungkin bagi kita untuk mengajari mereka biologi atau fisika. Yang penting mereka bisa bina diri (mandiri), bisa menulis dan membaca, dan memiliki beberapa keahlian lain seperti menggambar atau melukis.” kata Doni.

Di sekolah khusus down syndrome Matahariku yang dikelola oleh Yayasan Matahari Lestari, anak-anak down syndrome ini belajar untuk mandiri. Selain mengajarkan kemandirian dasar, sekolah ini juga mempunyai program jangka menengah school to work, yaitu program yang mempersiapkan anak-anak ini agar di masa pubertas mereka bisa mandiri dan melakukan pekerjaan dasar. “Di Belgia, misalnya, ada pabrik roti, toko pembuat kartu dan sebagainya yang menggunakan para penderita down syndrome sebagai pekerja. Program ini juga sangat berhasil di Singapura dan bisa menyalurkan anak-anak tersebut untuk bekerja di hotel, entah itu di bagian laundry, atau sebagai bell boy. Bahkan ada juga yang bisa menjadi pengarang meski dengan intelektualitas dan mentalitas yang terbelakang.

Selain sangat fokus pada pekerjaan yang mereka tekuni, anak-anak down syndrome ini juga punya keistimewaan sangat pintar meniru. Akibatnya, mereka harus diekspos pada lingkungan yang baik. Jika bersekolah sama-sama dengan anak autis atau anak-anak yang hiperaktif misalnya, mereka juga akan cenderung meniru sikap hiperaktif itu. Tapi, pada dasarnya anak down syndrome cukup ramah dan terbuka sehingga mereka juga bisa bersosialisasi, meski untuk itu tentunya mereka butuh dukungan penuh dari orang-orang di sekitarnya.*

Add a comment March 25, 2010

DOWN SYNDROME

A. Pengertian

Kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi pada 1 diantara 700 bayi. Mongolisma (Down’s Syndrome) ditandai oleh kelainan jiwa atau cacat mental mulai dari yang sedang sampai berat. Tetapi hampir semua anak yang menderita kelainan ini dapat belajar membaca dan merawat dirinya sendiri.

Sindrom Down adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866.

Down Syndrom merupakan kelainan kromosom autosomal yang paling banyak terjadi pada manusia. Diperkirakan 20 % anak dengan down syndrom dilahirkan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun. Synrom down merupakan cacat bawaan yang disebabkan oleh adanya kelebiha kromosom x. Syndrom ini juga disebut Trisomy 21, karena 3 dari 21 kromosom menggantikan yang normal.95 % kasus syndrom down disebabkan oleh kelebihan kromosom.

B. Etiologi

Penyebab dari Sindrom Down adalah adanya kelainan kromosom yaitu terletak pada kromosom 21 dan 15, dengan kemungkinan-kemungkinan :

1. Non Disjunction sewaktu osteogenesis ( Trisomi )

2. Translokasi kromosom 21 dan 15

3. Postzygotic non disjunction ( Mosaicism )

Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya kelainan kromosom ( Kejadian Non Disjunctional ) adalah :

1. Genetik

Karena menurut hasil penelitian epidemiologi mengatakan adanya peningkatan resiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan syndrom down.

2. Radiasi

Ada sebagian besar penelitian bahwa sekitar 30 % ibu yang melahirkan ank dengan syndrom down pernah mengalami radiasi di daerah sebelum terjadi konsepsi.

3. Infeksi Dan Kelainan Kehamilan

4. Autoimun dan Kelainan Endokrin Pada ibu

Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang dikaitkan dengan tiroid.

5. Umur Ibu

Apabila umur ibu diatas 35 tahun diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non dijunction” pada kromosom. Perubahan endokrin seperti meningkatnya sekresi androgen, menurunnya kadar hidroepiandrosteron, menurunnya konsentrasi estradiolsistemik, perubahan konsentrasi reseptor hormon danpeningkatan kadar LH dan FSH secara tiba-tiba sebelum dan selam menopause. Selain itu kelainan kehamilan juga berpengaruh.

6. Umur Ayah

Selain itu ada faktor lain seperti gangguan intragametik, organisasi nukleolus, bahan kimia dan frekuensi koitus.

C. Gejala Klinis

Berat badan waktu lahir dari bayi dengan syndrom down umumnya kurang dari normal.

Beberapa Bentuk Kelainan Pada Anak Dengan Syndrom Down :

1. Sutura Sagitalis Yang Terpisah

2. Fisura Palpebralis Yang Miring

3. Jarak Yang Lebar Antara Kaki

4. Fontarela Palsu

5. “Plantar Crease” Jari Kaki I Dan II

6. Hyperfleksibilitas

7. Peningkatan Jaringan Sekitar Leher

8. Bentuk Palatum Yang Abnormal

9. Hidung Hipoplastik

10. Kelemahan Otot Dan Hipotonia

11. Bercak Brushfield Pada Mata

12. Mulut Terbuka Dan Lidah Terjulur

13. Lekukan Epikantus (Lekukan Kulit Yang Berbentuk Bundar) Pada Sudut Mata Sebelah Dalam

14. Single Palmar Crease Pada Tangan Kiri Dan Kanan

15. Jarak Pupil Yang Lebar

16. Oksiput Yang Datar

17. Tangan Dan Kaki Yang Pendek Serta Lebar

18. Bentuk / Struktur Telinga Yang Abnormal

19. Kelainan Mata, Tangan, Kaki, Mulut, Sindaktili

20. Mata Sipit

Gejala-Gejala Lain :

1. Anak-anak yang menderita kelainan ini umumnya lebih pendek dari anak yang umurnya sebaya.

2. Kepandaiannya lebih rendah dari normal.

3. Lebar tengkorak kepala pendek, mata sipit dan turun, dagu kecil yang mana lidah kelihatan menonjol keluar dan tangan lebar dengan jari-jari pendek.

4. Pada beberapa orang, mempunyai kelaianan jantung bawaan.

Juga sering ditemukan kelainan saluran pencernaan seperti atresia esofagus (penyumbatan kerongkongan) dan atresia duodenum, jugaa memiliki resiko tinggi menderita leukimia limfositik akut. Dengan gejala seperti itu anak dapat mengalami komplikasi retardasi mental, kerusakan hati, bawaan, kelemahan neurosensori, infeksi saluran nafas berulang, kelainan GI.

Komplikasi

1. Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat)

2. Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa terkendalikan).

Penyebab

1. Pada kebanyakan kasus karena kelebihan kromosom (47 kromosom, normal 46, dan kadang-kadang kelebihan kromosom tersebut berada ditempat yang tidak normal)

2. Ibu hamil setelah lewat umur (lebih dari 40 th) kemungkinan melahirkan bayi dengan Down syndrome.

3. Infeksi virus atau keadaan yang mempengaruhi susteim daya tahan tubuh selama ibu hamil.

D. Patofisiologi

Penyebab yang spesifik belum diketahiui, tapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperjirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non-disjunction” pada kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses menua.

E. Prognosis

44 % syndrom down hidup sampai 60 tahun dan hanya 14 % hidup sampai 68 tahun. Tingginya angka kejadian penyakit jantung bawaan pada penderita ini yang mengakibatkan 80 % kematian. Meningkatnya resiko terkena leukimia pada syndrom down adalah 15 kali dari populasi normal. Penyakit Alzheimer yang lebih dini akan menurunkan harapan hidup setelah umur 44 tahun.

Anak syndrom down akan mengalami beberapa hal berikut :

1. Gangguan tiroid

2. Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa

3. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea

4. Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan danperubahan kepribadian)

F. Pencegahan

1. Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom Down.

2. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau yang dikenal juga sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen dapat dinonaktifkan.

G. Diagnosis

Pada pemeriksaan radiologi didapatkan “brachyaphalic” sutura dan frontale yang terlambat menutup. Tulang ileum dan sayapnya melebar disertai sudut asetabular yang lebar. Pemeriksaan kariotiping untuk mencari adanya translokasi kromosom. Diagnosis antenatal dengan pemeriksaan cairan amnion atau vili karionik, dapat dilakukan secepatnya pada kehamilan 3 bulan atau pada ibu yang sebelumnya pernah melahirkan anak dengan syndrom down. Bila didapatkan janin yang dikandung menderita sydrom down dapat ditawarkan terminasi kehamilan kepada orang tua.

Pada anak dengan Sindrom Down mempunyai jumlah kromosom 21 yang berlebih ( 3 kromosom ) di dalam tubuhnya yang kemudian disebut trisomi 21. Adanya kelebihan kromosom menyebabkan perubahan dalam proses normal yang mengatur embriogenesis. Materi genetik yang berlebih tersebut terletak pada bagian lengan bawah dari kromosom 21 dan interaksinya dengan fungsi gen lainnya menghasilkan suatu perubahan homeostasis yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perkembangan fisik ( kelainan tulang ), SSP ( penglihatan, pendengaran ) dan kecerdasan yang terbatas.

H. Penatalaksanan

1. Penanganan Secara Medis

a. Pendengarannya : sekitar 70-80 % anak syndrom down terdapat gangguan pendengaran dilakukan tes pendengaran oleh THT sejak dini.

b. Penyakit jantung bawaan

c. Penglihatan : perlu evaluasi sejak dini.

d. Nutrisi : akan terjadi gangguan pertumbuhan pada masa bayi / prasekolah.

e. Kelainan tulang : dislokasi patela, subluksasio pangkal paha / ketidakstabilan atlantoaksial. Bila keadaan terakhir ini sampai menimbulkan medula spinalis atau bila anak memegang kepalanya dalam posisi seperti tortikolit, maka perlu pemeriksaan radiologis untuk memeriksa spina servikalis dan diperlukan konsultasi neurolugis.

2. Pendidikan

a. Intervensi Dini

Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi orang tua untuk memberi lingkunga yang memeadai bagi anak dengan syndrom down, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak mampu berbahasa. Selain itu agar ankak mampu mandiri sperti berpakaian, makan, belajar, BAB/BAK, mandi,yang akan memberi anak kesempatan.

b. Taman Bermain

Misal dengan peningkatan ketrampilan motorik kasar dan halus melalui bermain dengan temannya, karena anak dapat melakukan interaksi sosial dengan temannya.

c. Pendidikan Khusus (SLB-C)

Anak akan mendapat perasaan tentang identitas personal, harga diri dan kesenangan. Selain itu mengasah perkembangan fisik, akademis dan dan kemampuan sosial, bekerja dengan baik dan menjali hubungan baik.

3. Penyuluhan Pada Orang Tua

Add a comment March 25, 2010

Sindroma Down, deteksi dalam kehamilan

Seorang wanita muda masuk keruang praktek, ditemani dengan ibu dan adik perempuannya.
Saya tidak mampu berkata2. Dia menatap saya takut2. Mungkin dia sudah biasa menghadapi pandangan orang2 terhadap adiknya.
Tapi dia tidak mengerti. Saya memandang adiknya, karena ada rasa haru yang menyeruak. Rasa rindu yang tiba2 membuncah didalam dada.
Rindu kepada almarhum adik saya. Seorang Down Syndrome.

Adiknya berusia 12 tahun, Down syndrome, berteriak2 saat kakaknya mau saya USG. Dia sangat sayang pada kakaknya, kata ibunya.
Emosi saya tidak terbendung, saya membelai kepalanya dan memegang tangannya. Dia diam dan mengikuti langkah saya ke tempat USG.
Tangannya menggenggam erat tangan saya. Sang Ayah meninggalkan mereka, karena tidak mau mempunyai seorang anak Down Syndrome.
Betapa sedihnya mendengar hal itu. Tidakkah sang Ayah tahu, kalau nanti kelak di masa penghisaban yang panjang, dan manusia kehausan karena matahari sangat dekat diatas kepala,
anak2 inilah yang akan membawakan minuman untuk orang tuanya yang ikhlas merawat mereka ?

Istilah Down Syndrome ditemukan setelah JLH Down, menemukan kelainan kariotype trisomi 21 pada tahun 1866.
Insidensnya 1 diantara 800-1000 kelahiran bayi. Karena merupakan suatu kelainan yang tersering yang tidak letal pada suatu kondisi trisomi, maka skrining genetik dan protokol testing menjadi fokus dibidang obstetri.
Biasanya anak Down Syndrome mengalami hipotoni (tonus otot yang lemah), Lidah yang menjulur (karena besar), kepala yang kecil, batang hidung yang datar dan oksiput yang datar.
Kelainan mayor yang sering berhubungan adalah kelainan jantung 30-40%. atresia gastrointestinal, leukimia dan penyakit tiroid. IQ berkisar 25-50.

Insidensnya pada Wanita yang hamil diatas usia 35 th meningkat dengan cepat menjadi 1 diantara 250 kelahiran bayi. Diatas 40 th semakin meningkat lagi, 1 diantara 69 kelahiran bayi.

Selama 20 tahun terakhir, teknologi baru telah meningkatkan metode deteksi kelainan janin, termasuk sindrom Down.

Apa perbedaan antara tes skrining dan tes diagnostik?
Dalam tes diagnostik, hasil positif berarti kemungkinan besar pasien menderita penyakit atau kondisi yang memprihatinkan.
skrining, tujuannya adalah untuk memperkirakan risiko pasien yang memiliki penyakit atau kondisi.
Tes diagnostik cenderung lebih mahal dan memerlukan prosedur yang rumit; tes skrining cepat dan mudah dilakukan.
Namun, tes skrining memiliki lebih banyak peluang untuk salah: ada “false-positif” (test menyatakan kondisi pasien ketika pasien benar-benar tidak) dan “false-negatif” (pasien memiliki kondisi tapi tes menyatakan dia / dia tidak).

Maternal Serum Screening

Darah ibu diperiksa kombinasi dari berbagai marker: alpha-fetoprotein (AFP), unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic gonadotropin (hCG) membuat tes standar, yang dikenal bersama sebagai “tripel tes.”
Tes ini merupakan independen pengukuran, dan ketika dibawa bersama-sama dengan usia ibu (dibahas di bawah), dapat menghitung risiko memiliki bayi dengan sindrom Down.
Selama lima belas tahun terakhir, ini dilakukan dalam kehamilan 15 sampai minggu ke-18
Baru-baru ini, tanda lain yang disebut Papp-A ternyata bisa berguna bahkan lebih awal.

* Alpha-fetoprotein dibuat di bagian rahim yang disebut yolk sac dan di hati janin, dan sejumlah AFP masuk ke dalam darah ibu. Pada sindrom Down, AFP menurun dalam darah ibu, mungkin karena yolk sac dan janin lebih kecil dari biasanya.

* Estriol adalah hormon yang dihasilkan oleh plasenta, menggunakan bahan yang dibuat oleh hati janin dan kelenjar adrenal. estriol berkurang dalam sindrom Down kehamilan.

* Human chorionic gonadotropin hormon yang dihasilkan oleh plasenta, dan digunakan untuk menguji adanya kehamilan. bagian yang lebih kecil tertentu dari hormon, yang disebut subunit beta, adalah sindrom Down meningkat pada kehamilan.
* Inhibin A adalah protein yang disekresi oleh ovarium, dan dirancang untuk menghambat produksi hormon FSH oleh kelenjar hipofisis. Tingkat inhibin A meningkat dalam darah ibu dari janin dengan Down syndrome.

* PAPP-A , yang dihasilkan oleh selubung telur yang baru dibuahi. Pada trimester pertama, rendahnya tingkat protein ini terlihat dalam sindrom Down kehamilan.

Pertimbangan yang sangat penting dalam tes skrining adalah usia janin (usia kehamilan).
Analisis yang benar komponen yang berbeda tergantung pada usia kehamilan mengetahui dengan tepat.
Cara terbaik untuk menentukan bahwa adalah dengan USG.

Ultrasound Screening (USG Screening)

Kegunaan utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk mengkonfirmasi usia kehamilan janin (dengan cara yang lebih akurat daripada yang berasal dari ibu siklus haid terakhir).
Manfaat lain dari USG juga dapat mengambil masalah-masalah alam medis serius,
seperti penyumbatan usus kecil atau cacat jantung.
Mengetahui ada cacat ini sedini mungkin akan bermanfaat bagi perawatan anak setelah lahir.
Pengukuran Nuchal fold juga sangat direkomendasikan.

Ada beberapa item lain yang dapat ditemukan selama pemeriksaan USG bahwa beberapa peneliti telah merasa bahwa mungkin memiliki hubungan yang bermakna dengan sindrom Down. Temuan ini dapat dilihat dalam janin normal, tetapi beberapa dokter kandungan percaya bahwa kehadiran mereka meningkatkan risiko janin mengalami sindrom Down atau abnormalitas kromosom lain.
echogenic pada usus, echogenic intracardiac fokus, dan dilitation ginjal (pyelctasis).
marker ini sebagai tanda sindrom Down masih kontroversial, dan orang tua harus diingat bahwa setiap penanda dapat juga ditemukan dalam persentase kecil janin normal.
Penanda yang lebih spesifik yang sedang diselidiki adalah pengukuran dari hidung janin; janin dengan Down syndrome tampaknya memiliki hidung lebih kecil
USG dari janin tanpa kelainan kromosom. masih belum ada teknik standar untuk mengukur tulang hidung dan dianggap benar-benar dalam penelitian saat ini.

Penting untuk diingat bahwa meskipun kombinasi terbaik dari temuan USG dan variabel lain hanya prediksi dan tidak diagnostik.
Untuk benar diagnosis, kromosom janin harus diperiksa.

Amniosentesis

Prosedur ini digunakan untuk mengambil cairan ketuban, cairan yang ada di rahim.
Ini dilakukan di tempat praktek dokter atau di rumah sakit. Sebuah jarum dimasukkan melalui dinding perut ibu ke dalam rahim,
menggunakan USG untuk memandu jarum. Sekitar satu cairan diambil untuk pengujian.
Cairan ini mengandung sel-sel janin yang dapat diperiksa untuk tes kromosom.
Dibutuhkan sekitar 2 minggu untuk menentukan apakah janin sindrom Down atau tidak.

Amniocentesis biasanya dilakukan antara 14 dan 18 minggu kehamilan;
beberapa dokter mungkin melakukannya pada awal minggu ke-13.
Efek samping kepada ibu termasuk kejang, perdarahan, infeksi dan bocornya cairan ketuban setelah itu.
Ada sedikit peningkatan risiko keguguran: tingkat normal saat ini keguguran kehamilan adalah 2 sampai 3%,
dan amniosentesis meningkatkan risiko oleh tambahan 1 / 2 sampai 1%.
Amniosentesis tidak dianjurkan sebelum minggu ke-14 kehamilan karena risiko komplikasi lebih tinggi dan kehilangan kehamilan.

Rekomendasi saat ini wanita dengan risiko memiliki anak dengan sindrom Down dari 1 dalam 250 atau lebih besar harus ditawarkan amniosentesis.
Ada kontroversi mengenai apakah akan menggunakan risiko pada saat penyaringan atau perkiraan resiko pada saat kelahiran.
(Risiko pada saat skrining lebih tinggi karena banyak janin dengan Down syndrome membatalkan secara spontan sekitar waktu penyaringan atau sesudahnya.

Chorionic Villus Sampling (CVS) Chorionic Villus Sampling (CVS)

Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil jaringan diambil dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic).
Sel-sel ini berisi kromosom janin yang dapat diuji untuk sindrom Down.
Sel dapat dikumpulkan dengan cara yang sama seperti amniosentesis, tetapi metode lain untuk memasukkan sebuah tabung ke dalam rahim melalui vagina.

CVS biasanya dilakukan antara 10 dan 12 minggu pertama kehamilan.
Efek samping kepada ibu adalah sama dengan amniosentesis (di atas).
Risiko keguguran setelah CVS sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan amniosentesis, meningkatkan risiko keguguran normal 3 sampai 5%.
Penelitian telah menunjukkan bahwa dokter lebih berpengalaman melakukan CVS, semakin sedikit tingkat keguguran.

Add a comment March 25, 2010

anak down sindrom

Menurut Glenn Doman, ahli terapi fisik dan pendiri The Institute for The Achievement of Human Potential, yang banyak menangani anak down sindrom, menyatakan bahwa down sindrom disebabkan oleh otak yang cedera. Maka yang perlu diterapi adalah otaknya. Jalur sensorik manusia berada di sebelah luar sumsum tulang belakang dan otak bagian belakang. Kemampuan sensorik ini meliputi penerimaan informasi melalui kelima indra yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan pencecapan.

Stimulasi pada kelima indra pada anak cedera otak dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya :

* Penglihatan : Anak diajar membaca. Ibu bisa buatkan kartu-kartu bacaan berukuran 15 x 60 cm. Tuliskan satu kata di satu kartu dengan spidol merah ukuran paling besar. Mulailah dengan kata-kata yang paling dekat dengan anak yaitu “mama”, “papa”, “adik”, “kakak”, “kakek”, “nenek”, dsb. Lalu lanjutkan dengan perlengkapannya yaitu “baju”, “celana”, “handuk”, “popok”, “bedak”, dsb. Oya, tanda kutipnya tidak perlu dibuat ya, Bu. Hanya kata-katanya saja! Ajar anak jika suasana hati Ibu dan anak lagi senang. Cukup 3 kali sehari.
* Pendengaran : Perdengarkan banyak lagu dengan berbagai irama yang lambat, sedang, dan cepat. Juga lagu dari berbagai daerah dengan bahasa yang berbeda. Bahasa daerah, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Suara alam seperti suara berbagai binatang, angin, ombak, dsb.
* Penciuman : Ini bisa dilakukan dengan memberikan anak mencium bau rempah-rempah, bumbu, minyak wangi, sabun, dsb.
* Perabaan : Berikan anak memegang dan merasakan berbagai macam kain dari yang kasar sampai yang halus. Demikikan juga lantai, meja, tembok, dsb. Ada satu permainan di mana mata anak ditutup, dan dia diminta untuk memegang suatu benda (misalnya bola kecil). Mintalah anak untuk menebak bentuk benda tersebut. Lakukan dengan benda berbentuk segiempat, bujursangkar, segitiga, kerucut, dsb.
* Pencecapan : Ibu Widari dapat meminta anak untuk mencicipi berbagai macam rasa. Asam, manis, kecut, pahit, panas, dan dingin. Permainan yang menarik untuk dilakukan adalah tutuplah mata anak. Berikan dia buah / makanan yang sudah biasa dia makan. Setelah dia makan, mintalah dia untuk menebak nama makanan tersebut. Lain kali ganti dengan minuman.

Selain kemampuan sensorik, manusia juga perlu kemampuan motorik yang posisi sarafnya terletak di sebelah dalam sumsum tulang belakang dan otak bagian depan. Gabungan kedua kemampuan inilah yaitu sensorik dan motorik, yang membuat seseorang BERFUNGSI dengan baik.

Dr. Temple Fay, seorang ahli bedah saraf pertama di Amerika Serikat, yang juga merupakan guru dari Glenn Doman, menyatakan bahwa otak manusia seperti sistem pengatur diri. Bekerja seperti sebuah simpai sibernetik.

Fungsi sibernetik normal otak sepenuhnya bergantung pada keutuhan semua jalur tersebut. Kerusakan total dari semua jalur motorik atau semua jalur sensorik akan mengakibatkan kehilangan total kemampuan fungsi manusia. Kerusakan parsial dari salah satu jalur itu akan mengakibatkan kehilangan parsial kemampuan fungsi.

Kehilangan fungsi semacam itu akan terus berlangsung sampai jalur-jalur spesifik sebelumnya dipullihkan fungsinya atau sampai dibentuk jalur-jalur baru yang mampu melengkapi seluruh simpai itu. Pada manusia, simpai itu dimulai dari lingkungan, mengikuti jalur sensorik ke otak dan melalui jalur motorik dari otak kembali ke lingkungan.

“Oleh sebab itu, semua usaha perawatan anak cedera otak harus diarahkan pada penentuan letak terputusnya jalur dan menutup kembali sirkuit.”

Add a comment March 25, 2010

Apakah sindroma down itu?

Pada tahun 1866, Dokter John Langdon Down, mendeskripsikan dengan tepat seorang penyandang sindroma down dan menjadikannya “Bapak” Sindroma Down. Pada tahun 1959, Dokter Jerome Lejeune mengidentifikasikan sindroma down sebagai keabnormalan/kelainan kromosome. Dokter Lejeune tidak menemukan 46 kromosome pada penyandang Sindroma Down melainkan 47 kromosome. Kelebihan kromosome inilah yang menimbulkan ciri khas sindroma down. Kelebihan kromosome ini terjadi pada kromosome yang ke-21 dan kerena 95% kasus sindroma down disebabkan karena adanya 3 copy kromosome 21, maka sering juga disebut Trisomy 21. Dapat juga terjadi kelainan pada pembelahan sel ditubuhnya, dimana tidak semua sel mengandung kelainan pada kromosome 21nya, sehingga terdapat 3 jenis sindroma down sebagai berikut

1. Trisomi-21 (semua gene mengalami perubahan) 95%
2. Translocation (bawaan) 4%
3. Mosaic (tidak semua gene yang mengalami perubahan karena extra kromosom) 1%

Apa penyebab sindroma down?
sindroma down terjadi karena kelainan pembelahan sel di seluruh tubuhnya yang disebut “non disjunction”. Hal ini menghasilkan embrio (janin) dengan 3 copy kromosome, bukan 2 copy sebagaimana normalnya. Hingga kini penyebab “non disjunction” belum diketahui.
80% penyandang sindroma down dilahirkan oleh ibu-ibu muda usia. Jadi faktor usia bukan suatu penyebab utama sindroma ini.
Apakah resiko kesehatan bagi anak-anak penyandang sindroma down?
anak penyandang sindroma down memiliki resiko lebih tinggi akan masalah kesehatan dibandingkan dengan anak-anak normal. Beberapa masalah yang erat kaitannya dengan anak-anak ini adalah: kelainan jantung, kepekaan terdadap infeksi pada mata maupun kelainan pada bentuk otak.
Cacat tambahan seperti usus pendek, tidak beranus/dubur, busung dada, lemah otot maupun kerusakan syaraf adalah umum bagi penyandang sindroma down dan pada usia dewasa kemungkinan terserang penyakit Alzhimer (kehilangan sebagian besar memori) lebih besar 25% dibandingkan dewasa normal yang hanya 6%. Anak yang murni sindroma down pun belum tentu akan sehat sempurna selamanya, suatu waktu akan terlihat jelas kemunduran kesehatannya.
Dapatkan kita membayangkan jika kita dikaruniai seorang anak bayi mungil dengan kecacatan mental yang parah? anak itu anak tumbuh dan bergerak dengan sangat terbatas tak ubahnya bagaikan boneka yang hancur. Bagaimana rasanya para orang tua bila tak seorang pun yang ingin mengulurkan tangannya sementara kehidupannya sendiri tak berdaya?
Diharapkan dengan kemajuan dalam bidang pengobatan, masalah-masalah kesehatan ini dapat teratasi dan usia penyandang sindroma down bisa mencapai 55 tahun.
Pengaruh sindroma down pada perkembangan seseorang?
Semua sindroma down mempunyai keterbelakangan yang berbeda skalanya, namun tidak tertutup kemungkinan akan timbulnya satu kekuatan atau kelebihan bakat pada setiap individu. Anak-anak sindroma down juga dapat belajar duduk, berjalan, berbicara, bermain dan melakukan kegiatan-kegiatan lainnya, namun tentu lebih lambat daripada anak-anak yang bukan penyandang sindroma down.
Anak sindroma down sesungguhnya memiliki potensi besar, karena yang memiliki kelainan hanyalah kromosome-nya, bukan otaknya ataupun bagian badannya yang lain. Kekurangan-kekurangan yang dideritanya adalah sebagai akibat. Meskipun sikap dan perkembangannya lamban, namun bila ditangani sejak dini, maka potensinya dapat dimaksimal mendekati anak normal.
Bagaimana ciri-ciri anak sindroma down?

Biasanya bayi terdiagnosa sebagai sindroma down lebih karena roman mukanya, yaitu:

1. Muscle Hypotenia – Lemah otot
2. Flat Facial Profile – Profil muka yang datar
3. Oblique Palpebral Fissures – Bentuk mata yang keatas
4. Dysplastic Ear – Bentuk kuping yang abnormal
5. Simian Crease – Satu garis horisontal pada telapak tangan
6. Hyperflexibility – kelenturan yagn berlebihan pada persendian
7. Dysplastic Middle Phalanx of the fifth finger – Jari kelingking (jari kecil) hanya ada satu sendi
8. Epicanthal folds – Lipatan pada dalam ujung mata
9. Exessive space between large & second toe – Jarak yang berlebihan antara jempol kaki dan telunjuk kaki
10. Enlargment of tongue – Lidah besar yagn tidak sebanding dengan mulutnya

Add a comment March 25, 2010

Down Sindrom, Butuh Kasih Sayang Orang Tua…

Makna Down Sindrom sebenarnya bukan sesuatu yang asing bagi kita. Sering kali makna tsb menjadi bahan diskusi hangat, topik pembicaraan pagi bersama kopi panas, atau sekedar obrolan di warung kopi. Tapi intinya masyarakat kita sudah terbiasa berinteraksi dengan Down Syndrom society n’ side others.

Bila kita melongok kedalam kelas di salah satu SLB (Sekolah Luar Biasa) kita akan menjumpai anak-anak yang mengalami down sindrom. Demikian pula jika kita berada pada ruangan praktek terapi akunktur, terapi herbalis modern ataupun klinik tumbuh kembang anak. Anak-anak itu seperti masyarakat pada umumnya jika berada pada komunitas mereka sendiri. Bermain, tertawa riang, bercanda, bersenda gurau dan saling berkomunikasi (dengan bahasa dan gerak tubuh yang ‘khas’ mereka).

Mungkin kita lebih mengenal kata AUTHyS ketimbang down sindrom, tetapi sebenarnya relatif sama. Hanya jika penderita authys lebih cenderung complex dan spesifik. Ada penderita autis yang relatif lambat perkembangan otak/mental dan pisiknya dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Ada juga penderita autis yang justru lebih aktif (hyperactive) dan cenderung ingin lebih ketimbang anak-anak yang lain.

Jika kita berada diantara saudara-saudara kita yang menderita down sindrom, perasaan dan hati kita akan dipermainkan oleh suasana sedih, miris, terkadang kita tertawa namun dilain kesempatan kita akan merenung. sedih melihat betapa ujian dan cobaan Allah telah dating kepada mereka di usia mereka yang masih sangat belia tanpa mereka sendiri merasakan bahwa mereka mengalami kekurangan/kelambatan perkembangan. Betapa mereka butuh perhatian dan keikhlasan kita untuk berbagi, bergaul dan tanpa ada perasaan untuk mengucilkan. Tapi kita akan sedikit tertawa jika melihat aktifitas dan pergerakan mereka yang terkadang lucu dan riang, namun tiba-tiba kita juga akan merenung menerawang keadaan dan masa depan mereka di masa yang berbeda dengan saat ini.

Ibu Aryati, orang tua yang kebetulan anaknya menderita down sindrom, menuturkan bahwa awalnya dia begitu sedih, miris dan berkeinginan untuk tidak menerima kehadiran sang anak, sebelum anak itu dilahirkan. Tetapi setelah berulang kali berfikir kemudian dia justru menyebutkan bahwa ‘ini semua adalah karunia Allah SWT. Kesempatan ini merupakan momenum untuk berbuat dan mencurahkan perhatian untuk keluarga/anak’. Lalu Bu Aryati mengundurkan diri dari pekerjaannya agar dapat memiliki waktu cukup untuk dekat dengan keluarga/anak-anaknya

Beliau kemudian mendirikan organisasi bagi para orang tua yang anaknya menderita Down Sindrom, untuk dapat saling berbagi, bercerita dan bertukar pengalaman, dengan nama POTADS (Persatuan Orang Tua Anak Down Sindrom). Dan merelakan rumahnya dibilangan Ciputat menjadi secretariat organisasi tsb.

Secara Umum, cirri-ciri penderita Down Sindrom, adalah (antara lain) :

1. Ciri Pisik ; Wajah cenderung simetris, mulut agak terbuka dan lidah terlihat lebih tebal

2. Ciri Mental ; Lebih lambat dalam beraktifitas dan menerima respon dari lawan bicara

Jika ada rekans pegawai dan/atau saudara rekans pegawai dan/atau tetangga rekans pegawai yang memiliki anak yang menderita down sindrom, mungkin ada baiknya berinteraksi serta menggabungkan diri dengan POTADS. Dengan bergabung pada orang-orang yang memiliki kesamaan perjuangan, relatif lebih mendapat value added, setidaknya dalam hal mendidik anak, mengupayakan agar sang anak dapat mensejajarkan diri dengan anak-anak lainnya.

Add a comment March 25, 2010

Pages

Categories

Links

Meta

Calendar

March 2010
M T W T F S S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
293031  

Posts by Month

Posts by Category