Archive for December 2009




REMAJA DAN ROKOK

Di masa modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat
tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan kenikmatan bagi si
perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok
sendiri maupun orang – orang disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat
di dalam rokok memberikan dampak negatif bagi tubuh penghisapnya.
Beberapa motivasi yang melatarbelakangi seseorang merokok adalah untuk
mendapat pengakuan (anticipatory beliefs), untuk menghilangkan kekecewaan (
reliefing beliefs), dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma
( permissive beliefs/ fasilitative) (Joewana, 2004). Hal ini sejalan dengan kegiatan
merokok yang dilakukan oleh remaja yang biasanya dilakukan didepan orang lain,
terutama dilakukan di depan kelompoknya karena mereka sangat tertarik kepada
kelompok sebayanyaatau dengan kata lain terikat dengan kelompoknya.
Penyebab Remaja Merokok
1. Pengaruh 0rangtua
Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang
berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu
memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih
mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari
lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson,
Pengantar psikologi, 1999:294).
2. Pengaruh teman.
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka
semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan
demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan yang terjadi,
pertama remaja tadi terpengaruh oleh teman-temannya atau bahkan temanteman
remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya
mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87%
mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu
pula dengan remaja non perokok (Al Bachri, 1991)
3. Faktor Kepribadian.
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan
diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun
satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan
(termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi
pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi pengguna
dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah (Atkinson,
1999).
4. Pengaruh Iklan.
Melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran
bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja
seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan
tersebut. (Mari Juniarti, Buletin RSKO, tahun IX,1991).

Add a comment December 9, 2009

Karakteristik Perkembangan Intelek Anak Usia Dini

Karakteristik Perkembangan Intelek Anak Usia Dini
English berpendapat, akan sia-sia hasilnya mengajar anak membaca, menulis, berhitung bila anak belum mencapai kematangan kesiapan belajar hal-hal tersebut di atas. Tercapainya stadium kesiapan belajar ini untuk setiap anak berbeda-beda, yaitu sekitar usia 4 — 10 tahun, yakni usia di mana tercapai kematangan hubungan intra kortikal antara bermacam-macam pusat otak. Beberapa pengarang berpendapat bahwa untuk belajar membaca, menulis dan berhitung diperlukan kematangan fungsi-fungsi:
1. sensomotorik
2. koordinasi motorik kasar dan halus
3. tanggapan ruang dan orientasi bidang
4. kognitif
5. ketajaman melihat dan mendengar
6. bahasa reseptif (penerimaan) dan bahasa ekspresif (mengeluarkan).
Jika fungsi-fungsi tersebut belum berkembang dengan baik, maka anak-anak sukar belajar membaca, menulis dan berhitung. Contoh-contoh kematangan fungsi:
a. Senso motorik.
Adanya integrasi yang baik antara tanggapan sensorik dan
gerakan, yang diperlukan untuk belajar membaca dan menulis.
b. Koordinasi motorik kasar, dapat:
menggerakkan lengan, tangan dan jari
ü menegakkan kepala
ü menggerakkan tungkai, kaki
ü berjalan, melompat, jongkok.
c. Koordinasi motorik halus:
ü koordinasi antara mata dan tangan
ü memegang benda kecil
ü menangkap bola
ü membuka halaman buku
ü menggambar dan menulis.
d. Tanggapan ruang dan orientasi bidang:
ü dapat membedakan kanan/kiri, atas/bawah, muka/belakang
ü mengenal bentuk benda:
ü kubus, kotak, bentuk geometric, mengenal garis horizontal, garis vertikal, garis lengkung
ü dapat membedakan huruf: d, b, p.
e. Kognitif:
ü dapat mengolah rangsangan panca indera sesuai yang diperlukan untuk belajar membaca, menulis dan berhitung.
ü berdasarkan tanggapan dan ingatan, anak dapat membayangkan
ü sesuai dan melakukan sesuatu yang diperlukan untuk membaca, menulis, dan berhitung.
f. Bahasa reseptif dan bahasa ekspresif:
Anak harus dapat mengerti bahasa yang diucapkan orang lain (bahasa reseptif), dan juga dapat mengeluarkan/menyatakan perasaan atau buah pikirannya (bahasa ekspresif) secara baik. Bila anak belajar membaca dan menulis, padahal kesiapan anak untuk menerima pelajaran ini belum tercapai, maka anak tetap sukar untuk dapat membaca dan menulis. lni akan mengecewakan guru dan orang tuanya, dan menganggap anak ini keras kepala, malas, hingga sering memarahinya. Suasana belajar ini menyakitkan anak, sehingga bila anak nantinya sudah siap untuk belajar membaca dan menulis, pengalaman yang menyakitkan ini masih terbayang dan anak akan tetap menolak atau merasa malas untuk belajar membaca dan menulis lagi.
(Dari berbagai sumber)

Add a comment December 9, 2009

Stress? Belailah kucing!

Bagi penyayang kucing, kalimat diatas mungkin sudah tidak terlalu asing. Namun bagi yang tidak pernah memiliki atau terpaksa menjauhi kucing karena alergi terhadap bulunya, mungkin meragukan dan menganggap judul diatas hanya mitos atau sugesti belaka. Selain kucing, anjing atau binatang berbulu lain, masih banyak binatang peliharaan yang diyakini dapat menjadi obat stress seperti burung atau ikan. Ikan! Siapa yang tak pernah mendengar Lou-Han, si jidat menonjol dengan warna menyolok yang sedang menjadi primadona? Meskipun harganya mahal, sebagian masyarakat Indonesia tidak kehabisan akal untuk mengkoleksinya, termasuk mengalah memilih yang lokal biar sedikit “miring” harganya. Perkutut pun masih menjadi idola sebagian penyayang burung dengan suaranya yang indah, sekali lagi menghilangkan stress!

Stress dapat terjadi dalam berbagai kondisi dan situasi, demikian juga pelaku atau individu yang mengalami stress ini. Pelaku stress pun tidak hanya pada seseorang namun juga secara kolektif seperti masyarakat. Hal itu disebabkan karena sumber stress dapat berasal dari apa pun, tergantung dari persepsi penerima.

Stres
Salah satu pendekatan untuk mengenal stress adalah pendekatan psikologik. Pendekatan psikologik menggambarkan bagaimana cara seseorang mempersepsikan suatu peristiwa atau kondisi, berperan dalam menentukan stress. Hal inilah yang dikenal dengan “Model Penilaian” atau “Penafsiran Stres”.

Stress dirumuskan sebagai suatu keadaan psikologik yang merupakan representasi dari transaksi khas dan problematik antara seseorang dan lingkungannya. Selye mengungkapkan adanya “stressor” yang merupakan unsur lingkungan dari stress (1950). Sedangkan hakekat sumber stress dalam pendekatan psikologik adalah semua kondisi atau situasi yang ada dalam kehidupan kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut dapat ditarik kesimpulan bahwa stress merupakan kondisi yang timbul saat seseorang berinteraksi dan dan bertransaksi dengan situasi-situasi yang dihadapinya dengan cara-cara tertentu.

Reaksi stress yang muncul mengikuti stress yang dihadapi dapat berupa reaksi fisik, psikologis dan tingkah laku. Stress juga dapat berlangsung dalam jangka waktu pendek atau berkepanjangan. Bila pendek, biasanya tidak menjadi masalah besar namun bila panjang dan tidak dapat dikendalikan maka dapat memunculkan efek-efek negatif seperti depresi, sakit jantung, nafas sesak dan lain sebagainya.

Stress yang berakibat negatif dipersepsikan sebagai sesuatu yang merugikan atau menyakitkan dan disebut dengan distress, sedangkan stress yang menghasilkan perasaan menyenangkan, menantang, meningkatkan gairah dan prestasi serta meningkatkan produktivitas disebut dengan uestress (Selye, 1982).

Dalam menanggulangi stress, upaya yang harus dilakukan tidak hanya sebatas mengatasi stress saja, namun tersirat juga usaha menyesuaikan dan mengadaptasi secara efektif terhadap tuntutan-tuntutan yang dihadapi.
Teman Sejati

Karen Allen, seorang peneliti dan guru besar Universitas New York di Buffalo, mengatakan: “Kami menangkap bahwa orang memandang binatang peliharaannya sebagai sumber yang berharga dan penting dalam dukungan sosial.” Menurut studi terbarunya, dalam kondisi stress mungkin seseorang lebih baik bersama binatang kesayangan daripada teman bahkan pasangan. Dalam studi sebelumnya ditemukan pula bahwa seseorang yang memiliki binatang peliharaan, ternyata terdapat tingkat stress yang rendah, bahkan menurunkan angka rata-rata kematian serangan jantung.

Allen mengemukakan, kehadiran binatang kesayangan meringankan efek stressor pada detak jantung, tekanan darah dan mempercepat pemulihan ke tingkat mendasar. Binatang peliharaan juga membantu menurunkan ke level garis dasar pemiliknya pada kenaikan kardiovaskular serta meningkatkan kemungkinan pemilik binatang menganggap stressor sebagai sesuatu yang “menantang” daripada “mengancam”.

Lalu bagaimana hal itu bisa terjadi, apakah memang karena sugesti dan kepercayaan yang telah berkembang di masyarakat, atau ada hal lain? Binatang kesayangan menurunkan tingkat stress dengan menghadirkan “nonjudgmental companionship”,dukungan yang sulit dilakukan oleh seorang sahabat atau bahkan pasangan. “Sebesar apapun kita meyakini seseorang berada pada posisi kita, selalu ada penilaian atau evaluasi,” kata Allen (Benson,2002).
Cobalah

Penelitian Allen telah membuktikan dan menguak misteri keistimewaan binatang kesayangan. Sahabat yang hadir tanpa menghakimi! Tentu saja, karena ia bukanlah manusia, walaupun dapat memberikan respon bila kita mengelus atau menyayanginya. Perawatan yang baik membuat sesorang merasa memiliki, dan binatang peliharaanpun menjadi “mengenal tuannya” sehingga terjadilah persahabatan antar keduanya. Namun demikian hal tersebut bukanlah berarti teman “manusia” tidak penting lagi. Adakalanya, seseorang membutuhkan diskusi atau umpan balik dari kegundahan hati, namun ada saatnya seseorang hanya ingin didengar, hanya butuh ‘tempat sampah’ untuk membuang semua yang menyesakkan dada. Nah saat inilah binatang kesayangan mungkin bisa membantu. Dengan sentuhan jemari anda ke bulunya yang lembut, liukan mereka saat bermanja di pangkuan, atau lonjakan tubuhnya mengejar bola bisa membuat Anda tertawa lepas, hingga mengendurkan otot-otot yang tegang dan melupakan persoalan hidup yang sedang menghimpit.

Binatang peliharaan bisa saja ikan, burung, kucing, anjing, kelinci, atau iguana, terserah pada selera dan juga kemampuan finansial anda, yang penting diketahui kini adalah mereka akan menjadi sahabat yang meredakan stress dan membuat Anda melihat stressor sebagai tantangan hidup, bukan ancaman. Selamat mencoba!(jp)

Add a comment December 9, 2009

Lgika poli-TIKUS dibalik kenaikan gaji

Gejala pergaulan bebas yang sudah menjadi model kehidupan masyarakat belakangan ini, telah memposisikan Indonesia berada dalam cengkraman kejahatan seks bebas yang merupakan ikutan dari politik global.

Pernyataan ini disampaikan dr Rini dari Forum Muslimah untuk Indonesia Sehat dalam diskusi interaktif Kesehatan Reproduksi Remaja di kampus Universitas Islam Bandung (Unisba). Menurutnya, kebijakan pemerintah dalam pencegahan perkawinan dini atau usia muda yang masih diberlakukan hingga sekarang, menjadi salah satu faktor pemicu masuknya kejahatan seks bebas.

“Pemerintah harusnya melakukan langkah-langkah pencegahan bagi terjadinya model dan gaya hidup seks bebas, tapi yang dicegah justru perkawinan dini,” kata dia.

Menurut Rini, seharusnya yang dicegah bukan pernikahanan dini, tetapi perilaku seks bebas yang jauh membawa dampak buruk termasuk penyakit kelamin dan penyakit moral.

Pandangan bahwa nikah dini sebelum usia 18 tahun akan terkena risiko “cancer cervix” hanyalah sebuah hipotesa, karena faktanya Ca-cervix adalah akibat terserang kuman HPV secara persisten dan akibat suka berganti-ganti pasangan.

Terkait dengan amandemen UU no.23/1992 Tentang Kesehatan yang sepintas melegalkan aborsi, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) ini menolak tegas.

Tidak ada aborsi yang aman, tidak dilegalkan saja kasus aborsi sudah 3 juta per tahun.

Aborsi dapat menyebabkan komplikasi urologi, kemandulan, kematian, dan konflik kejiwaan. Aborsi bukan hanya masalah medis, tetapi juga merupakan masalah sosial.

Dokter muda ini pun menyayangkan penyuluh kesehatan yang kerap kali menggunakan alat peraga. “Penjelasan organ-organ reproduksi, organ genital, baik dari segi fisiologis maupun anatomis akan membentuk persepsi seksual yang akan menggelorakan nafsu seksual yang akhirnya mendorong seks bebas,” katanya.

Menurut Elma Triyulianti, Sie Remaja dan PHR Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jabar, angka penderita dan penularan HIV di Jawa Barat menjadi nomor satu di Indonesia.

Selama ini BKKBN berusaha memberikan informasi konseling dan kesehatan reproduksi remaja sehubungan dengan alat reproduksinya. BKKBN memprioritaskan penyuluhannya kepada masyarakat. Pendewasaan usia perkawinan melalui program kesehatan reproduksi remaja.

Add a comment December 9, 2009

APA SAJA PENYEBAB DEPRESI

Setelah sebelumnya dunia psikologi ; blog artikel psikologi mengulas tentang apa itu depresi, maka kali ini akan sedikit mengulas tentang faktor-faktor penyebab depresi. Nah, kira-kira para pembaca ada yang memiliki kecenderungan dibawah ini nggak ya? 🙂
Depresi

Depresi

Dasar penyebab depresi yang pasti tidak diketahui, banyak usaha untuk mengetahui penyebab dari gangguan ini. Menurut Kaplan dalam Tarigan (2003), Faktor-faktor yang dihubungkan dengan penyebab dapat dibagi atas: faktor biologi, faktor genetik dan faktor psiko sosial. Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

a. Faktor biologi : 1) Faktor neurotransmitter: Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin merupakan dua neurotransmitter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. a) Norepinefrin : hubungan yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah dasar antara turunnya regulasi reseptor b-adrenergik dan respon antidepresan secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik dalam depresi. Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor adrenergik dalam depresi, sejak reseptor reseptor tersebut diaktifkan mengakibatkan penurunan jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergic juga berlokasi di neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotin yang dilepaskan, b) Serotonin : dengan diketahui banyaknya efek spesifik serotin re uptake inhibator (SSRI), contoh; fluoxetin dalam pengobatan depresi, menjadikan serotonin neurotransmitter biogenik amin yang paling sering dihubungkan dengan depresi, c) Dopamine: walaupun norepinefrin dan serotonin adalah biogenik amin. Dopamine juga sering berhubungan dengan patofisiologi depresi, d) Faktor neurokimia lainnya : GABA dan neuroaktif peptida (terutama vasopressin dan opiate endogen) telah dilibatkan dalam patofisiologi gangguan mood. 2) Faktor neuroendokrin: Hipothalamus adalah pusat regulasi neuroendokrin dan menerima rangsangan neuronal yang menggunakan neurotransmitter biogenic amin. Bermacam-macam disregulasi endokrin dijumpai pada pasien gangguan mood. 3) Faktor Neuroanatomi: Beberapa peneliti menyatakan hipotesisnya, bahwa gangguan mood melibatkan patologik dan sistem limbik, ganglia basalis dan hypothalamus.

b. Faktor Genetik : Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam perkembangan gangguan mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar terhadap gangguan depresi berat, pada anak kembar monozigot adalah 50 %, sedangkan dizigot 10 – 25 %.

c. Faktor Psikososial. 1) Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan : suatu pengamatan klinik menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh ketegangan sering mendahului episode gangguan mood. Satu teori menjelaskan bahwa stress yang menyertai episode pertama akan menyebabkan perubahan fungsional neurotransmitter dan sistem pemberi tanda intra neuronal yang akhirnya perubahan tersebut menyebabkan seseorang mempunyai resiko yang tinggi untuk menderita gangguan mood selanjutnya. 2) Faktor kepribadian Premorbid : Tidak ada satu kepribadian atau bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap depresi. Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat mengalami depresi, walaupun tipetipe kepribadian seperti oral dependen, obsesi kompulsif, histerik mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya. 3) Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud (1917) menyatakan suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa kemarahan pasien depresi diarahkan kepada diri sendiri karena mengidentifikasikan terhadap objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diri terhadap objek yang hilang. E. Bibring menekankan pada kehilangan harga diri. Bibring mengatakan depresi sebagai suatu efek yang dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam dirinya. Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang dicita-citakannya, akan mengakibatkan mereka putus asa. 4) Ketidakberdayaan yang dipelajari: Didalam percobaan, dimana binatang secara berulang-ulang dihadapkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang tersebut akhirnya menyerah dan tidak mencoba sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada penderita depresi, kita dapat menemukan hal yang sama dari keadaan ketidak berdayaan tersebut. 5) Teori Kognitif: Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada depresi Asikal H.S. dalam Tarigan (2003) Dia mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada depresi yang disebut sebagai triad kognitif, yaitu : a) Pandangan negatif terhadap masa depan, b) Pandangan negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh, pemalas, tidak berharga, c) Pandangan negatif terhadap pengalaman hidup. Meyer berpendapat bahwa depresi adalah reaksi seseorang terhadap pengalaman hidup.

Add a comment December 9, 2009

PENTINGNYA KONTROL DIRI

Perubahan-perubahan sosial yang cepat (rapid sosial change) sebagai konsekuensi modernisasi, industrialisasi, kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi telah mempengaruhi perilaku, nilai-nilai moral, etika, dan gaya hidup (value sistem and way of life).

Keberadaan hawa nafsu disamping memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, juga dapat melahirkan madlarat (ketidaknyamanan, atau kekacauan dalam kehidupan, baik personal maupun sosial). Kondisi ini terjadi apabila hawa nafsu tidak dikendalikan atau dikontrol, karena memang sifat yang melekat pada hawa nafsu adalah mendorong (memprovokasi) manusia kepada keburukan atau kejahatan (dalam Psikologi Belajar Agama, 2003).

Menurut Fachrurozi (dalam Jawa Pos, 2004) kegilaan masyarakat saat ini adalah personifikasi atas kegilaan yang dialami sebagai implikasi dari modernitas, bahwa modernitas, disamping melahirkan kemajuan dalam berbagai aspek (teknologi informasi, ekonomi, politik, sosial, dan budaya), ternyata juga melahirkan kegilaan atau gangguan kejiwaan. Diharapkan setiap individu mampu mengontrol diri terhadap setiap perubahan yang terjadi.

Tindakan-tindakan tidak terkontrol sering dikaitkan dengan remaja, karena seringkali bentuk perkelahian dilakukan oleh para remaja, sehingga perkelahian antar remaja sudah menjadi fenomena yang biasa di masyarakat luas terutama di kota-kota besar, perkelahian ini biasanya dipicu oleh masalah-masalah yang sepele, seperti bersenggolan di jalan, atau saling pandang yang ditafsirkan sebagai bentuk menantang, dan biasanya berakhir dengan perkelahian, perkelahian antar remaja pada awalnya hanya melibatkan dua individu kemudian berkembang menjadi perkelahian antar kelompok.

Menurut Lewin (dalam Winarno, 2003) kondisi tersebut dikarenakan dalam kelompok terdapat sifat interdependen antar anggota dan kondisi seperti itu berpeluang menjadi konflik SARA, dikarenakan Indonesia terdiri berbagai macam suku, agama, ras, yang berbeda-beda, sehingga individu akan merasa cemas, tidak aman, dan mudah tersulut emosi bila kontrol diri individu kurang. Oleh karena itu, kontrol diri diperlukan untuk mengontrol emosi yamg berasal dari dalam dan luar individu sebagai bentuk sosialisasi yang wajar.

Menurut Drever, kontrol diri adalah kontrol atau pengendalian yang dijalankan oleh individu terhadap perasaan-perasaan, gerakan-gerakan hati, tindakan-tindakan sendiri, sedangkan Goleman (dalam Sarah, 1998) mengartikan bahwa kontrol diri sebagai kemampuan untuk menyesuaikan dan mengendalikan dengan pola sesuai dengan usia. Bander (dalam Sarah, 1998) menyatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam mengendalikan tindakan yang ditandai dengan kemampuan dalam merencanakan hidup, maupun frustasi-frustasi dan mampu menahan ledakan emosi. Masa-masa remaja ditandai dengan emosi yang mudah meletup atau cenderung untuk tidak dapat mengkontrol dirinya sendiri, akan tetapi tidak semua remaja mudah tersulut emosinya atau tidak mampu untuk mengkontrol dirinya, pada remaja tertentu juga sudah matang dalam artian mampu mengkontrol setiap tindakan yang dilakukannya.

Add a comment December 9, 2009

Ciuman Dosa dan Berpahala

February 15th, 2009 by yahdillah

Oleh: Ghefira Naziha Zahara

Makin banyak saja hasil penelitian perilaku berbasis pada ilmu multidisiplin menjelaskan fenomana yang unik. Salah satunya adalah masalah ciuman. Namun sebagaimana sifat dan karakter ilmuwan barat yang sok “Netral Moral”, maka mereka tidak pernah menjadikan disiplin agama sebagai bagian penting dari sudut pandang.

Mereka secara tidak sadar…atau bahkan sadar menyebarkan kerusakan berdasar dalih ilmu pengetahuan, yang objektif dan ilmiah. Jelas mereka adalah penghamba saintism, yang menjadikan ilmu sebagai pedoman hidup bahkan alat untuk menentukan benar salah.

Coba perhatikan: Artikel di bawah yang menunjukkan adanya saran bahwa ciuman adalah bagaian terpenting dari pesta valentine. Padahal Valentine adalah kegiatan haram..terutama bagai ummat Islam, dan tentu saja budaya asing bagai budaya kita.

Kompas menulis: Di hari valentine ini, sebuah diskusi panel digelar para ilmuwan. Cukup menarik masalah yang dibicarakan, tak jauh dari persoalan kasih sayang, yakni misteri saat hati terpaut dan bibir tertanam di bibir (ciuman).

Kata para ahli itu, aksi ciuman akan diikuti dengan pelepasan zat-zat kimia yang bisa meredam hormon stres. “Senyawa kimia di ludah bisa jadi merupakan jalan untuk menilai pasangan,” kata Wendy Hill, profesor ahli Neuroscience dari Lafayette College saat acara bertajuk American Association for the Advancement of Science berlangsung.

Dalam sebuah eksperimen, Hill menjelaskan, para pasangan heteroseksual yang adalah siswa college itu mengalami perubahan kadar senyawa kimia oksitosin dan kortisolnya saat mereka melakukan adegan ciuman selama 15 menit sambil mendengarkan musik.

Oksitosin, dikatakan Hill, mempengaruhi keeratan hubungan pasangan, sementara kortisol terkait dengan stres. Senyawa kimia dalam darah dan kelenjar ludah diteliti lalu diperbandingkan saat sebelum dan sesudah ciuman berlangsung.

Baik pria maupun wanita mengalami penurunan kadar kortisol setelah ciuman, menandakan kadar stres juga menurun.

Bagi pria, saat ciuman, menaiknya level oksitosin menandai ketertarikan yang kuat atas pasangannya, sementara pada wanita oksitosinnya justru menurun. “Tentu ini mengejutkan,” ujar Hill.

Dalam sebuah uji coba kelompok yang menelaah efek berpegangan tangan, perubahan kimiawi juga terjadi dalam aksi ini, tetapi tak banyak yang bisa diungkapkan atau hasilnya tak jauh beda. Eksperimen ini, kata Hill, dilakukan di pusat kesehatan siswa di college tersebut. Dia berencana akan mengulanginya dengan rancangan “dalam suasana yang lebih romantis.”

Bersama dengan Helen Fisher dari Rutgers University dan Donald Lateiner dari Ohio University, Hill bicara di sesi berjudul “The Science of Kissing.”

Fisher sendiri mencatat, lebih dari 90 persen masyarakat dunia melakukan ciuman. Tindakan ini diyakininya memiliki tiga komponen antara lain dorongan seks, cinta romantis, dan keterikatan dengan seseorang.

Dorongan seks mendorong seseorang untuk menilai dan menentukan pasangan masing-masing, sementara cinta romantik menyebabkan mereka memfokuskan diri pada seorang individu; dan keterikatan pada seseorang, katanya, membuat seseorang membiarkan pribadi ini dalam jangka waktu lama membesarkan anak bersama-sama.

Pria, katanya, cenderung berpikir bahwa ciuman merupakan awal nge-seks atau kopulasi. Dia tegaskan, pria cenderung lebih suka sembarang cium. Meski begitu, senyawa kimia testosteron pria dapat segera bercampur di ludah wanita. Testosteron meningkatkan dorongan seksual bagi pria dan wanita.

“Saat Anda mencium, bagian tertentu di otak aktif,” tambahnya. Cinta romantik dapat berlangsung lama, “Jika Anda mencium orang yang tepat.”

Lateiner, sarjana ilmu klasik, mengobservasi bahwa ciuman kadang muncul dalam seni Yunani dan Romawi, meski secara luas dilakukan di samping kegiatan mencium kulit seseorang. Karena itu, berpotensi berbahaya bagi kehidupan seseorang kalau ciuman itu dilakukan pada orang yang salah dan saat yang kurang tepat.

Secara umum, ilmu pengetahuan tentang mencium-philematology-masih terus dijalankan. Demikian simpul Hill.

Sudah seyogyanya, sebagai orang muslim tidak perlu punya niat untuk bervalentine ria, sebab punya niat saja jelas keliru, apalagi melakukannya. Ciuman adalah aktivitas yang ada hukum syari’ahnya. Ia menjadi berpahala ketika dilakukan pada orang yang halal diciumnya dan bisa menjadi haram kalau hanya semata untuk sang pacar.

TIdak layak pula valentine untuk tujuan kampanye konyol, apalagi partai berbasis Islam seperti Partai Keadilan Sejahtera Depok….tujuan tidak boleh menghalalkan segala cara. Untung saja Majelis Syuro PKS nya tidak ikut keblinger.

Add a comment December 9, 2009

Logika Poli-TIKUS dibalik kenaikan Gaji Para Mentri?

Logika Poli-TIKUS dibalik kenaikan Gaji Para Mentri?
October 27th, 2009 by yahdillah

Jakarta-

Apakah memang sudah problematik antara pilihan menaikkan gaji pejabat selevel mentri dan pejabat di tingkat Eselon TInggi, atau membiarkan mereka dalam “keprihatianan” hidup sebagai pejabat dengan resiko terjadi korupsi.

Rasayna bukan problematik maslahnya, tapi problematik penggagasnya. Heran degan gaji dan fasilitas seabrek masih merasa kurang, dengan dalih biaya-biaya sosial-politik sebagai pejabat publik selalu “dipaksa” menyumbang partai, masyarkat saat kunjungan dan sebagainya. Aneh dan bahlul logikanya. Jika demikian dapat diduga kuat bahwa naiknya gaji tidak akan meningkatkan kinerja. Kenapa? karena tujuan kenaikan gaji tidak dalam rangka kinerja, tetapi bagaimana menjaga iamge agar mereka dapat dikatakan sebagai orang kaya oleh partai, masyarakat yang dikunjunginya. Karena kehadiran para pejabat itu lebih dilihat sebagai “sapi perahan” daripada pelindung dan pejuang untuk rakyatnya.

Rencana kenaikan gaji menteri menuai protes dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat termasuk Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). Menurut Fitra, kenaikan gaji ini egois dan tak masuk akal.

“Hal ini memperkuat, Pemerintah SBY kedua dan jajaran kabinetnya, sudah tidak lagi memiliki beban untuk menjaga citranya dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan tidak populer, dengan menari di atas penderitaan rakyat Indonesia,” ujar Sekretaris Jenderal Fitra, Yuna Farhan, dalam siaran pers yang diterima VIVAnews, Selasa (27/10).

Sekretariat Nasional FITRA menyatakan kenaikan Gaji Menteri dan Presiden mengorbankan anggaran orang miskin. Rencana kenaikan gaji Menteri dan Presiden merupakan skenario yang dapat dibaca pada kebijakan APBN. Agar tidak mengundang protes jajaran birokrasinya, SBY mulai menaikkan gaji PNS sebesar 15 persen pada tahun lalu dan 5 persen pada tahun 2010.

Penambahan gaji Menteri, Presiden dan PNS, pada APBN 2010 mengorbankan belanja-belanja yang bersentuhan dengan rakyat Miskin. Pada APBN 2010, Belanja pegawai menggeser dominasi belanja subsidi di Pemerintah Pusat. Belanja pegawai meningkat hingga 21% (28 triliun), sementara belanja-belanja yang bersentuhan langsung dengan orang miskin, seperti subsidi berkurang 10% (15,6 triliun) dan belanja bantuan sosial berkurang 11% (8,7 trilyun).

“Berdasarkan catatan Fitra, kenaikan belanja pegawai pada tahun 2008 di Depkeu hingga 270 persen, MA sebesar 230 persen dan BPK 163 persen, menyedot anggaran hingga Rp. 9,5 triliun atau 10 kali lipat lebih besar anggaran untuk penanganan gizi buruk, yang justru mengalami penurunan dari Rp 500 miliar menjadi Rp. 400 miliar. Pejabat Eselon satu I di Depkeu mengantongi uang 46,9 juta per bulan dan Ketua MA mendapat tambahan tunjangan kinerja sebesar Rp. 50 Juta, dengan dalih reformasi birokrasi,” ujar Yuna.

Add a comment December 9, 2009

Remaja Barat Bingung Jenis Kelaminnya Sendiri

Remaja Barat Bingung Jenis Kelaminnya Sendiri
September 23rd, 2009 by yahdillah

Kebebasan yang didengungkan masyarakat Barat memang kelewat batas. Beberapa tahun belakangan semakin banyak anak-anak yang dibiarkan tidak memahami eksistensi dan jatidirinya dengan baik, hingga akhirnya banyak muncul kasus operasi ganti kelamin di kalangan anak-anak remaja. Alasan yang biasa dikemukakan adalah karena mereka mengalami gender dysphoria, keadaan di mana seseorang merasa terperangkap pada tubuh dengan jenis kelamin yang salah.

Padahal jika diperhatikan lebih cermat, masalah itu adalah karena kebiasaan sejak kecil. Anak-anak itu dibiarkan tumbuh tanpa bimbingan yang baik untuk mengenal siapa dirinya. Orangtua hanya “pasrah” menuruti kebiasaan yang ditunjukkan oleh anak mereka, hingga akhirnya terbawa hingga dewasa.

Jelas sekali orangtua tidak menggunakan masa 0 tahun hingga balita, yang merupakan masa emas untuk pembentukan jatidiri anak.

Liburan sekolah di musim panas sudah usai. Seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun di tenggara Inggris, masuk ke sekolah menengah pertamanya sebagai seorang siswi. Ia mengenakan pakaian anak perempuan, rambutnya diikat ke belakang dan dihiasi pita.

Tentu saja bocah itu, segera menjadi bahan ejekan teman-teman sekolah yang sudah mengenalnya sejak sekolah dasar.

Akibatnya, sekolah yang memiliki 1.000 anak murid itu melakukan pertemuan darurat. Memerintahkan anak-anak didiknya untuk memperlakukan bocah itu sebagai anak perempuan, dan memanggilnya dengan nama baru pemberian ibunya.

Kim Petras sudah menjadi wanita

Namun, para wali murid menjadi marah demi melihat anak-anak mereka menangis mendengar kabar tentang seorang siswa yang berubah menjadi siswi itu. Para orangtua mengatakan seharusnya pihak sekolah mmberitahukan masalah itu kepada mereka sebelumnya, agar anak-anak bisa mendapatkan pengarahan dan berbicara dengan orangtua seputar masalah gender.

Seorang ibu yang putrinya menjadi teman sekelas bocah itu di bangku SD mengatakan kepada The Sun, “Ia (putri saya) menceritakan kepada saya bahwa bocah laki-laki itu menjadi bulan-bulanan teman sekolahnya.”

“Yang sangat menjengkelkan para wali murid adalah sekolah tidak berusaha terlebih dahulu mengirimi surat, sehingga kami bisa menjelaskan hal itu dengan cara kami sendiri.”

“Mereka (anak-anak) hanya diberitahu, ‘Kalian mungkin melihat ada satu anak yang tidak hadir di ruangan ini, itu karena murid tersebut sekarang menjadi anak perempuan.’”

“Anak perempuan itu, sekarang langsung menuju “nereka”, akibat masalah ini ditangani seperti sekarang ini.”

Semua kekacauan itu bisa dipahami, karena dulu ketika SD, guru kepalanya meminta murid-murid untuk memperlakukan bocah itu sebagai anak laki-laki, sementara anak itu menunjukkan perilaku feminin. Ia mengenakan bikini ketika pelajaran berenang, mengikat rambutnya dan mengendarai skuter merah muda.

Ibunya berkata, “Kami bertekad untuk memberikan yang terbaik untuk anak kami. Kami juga bekerjasama dengan lembaga lain guna memastikan bahwa kesejahteraan anak kami dilindungi.”

Anak yang sudah bertahun-tahun ke sekolah memakai pita itu sedang bersiap menjalani terapi hormon dan operasi ganti kelamin. Ia mungkin akan menjadi orang termuda yang melakukan operasi itu.

Kebiasaan sejak kecil

Anak Laki Laki sangat berbahaya bila dibiarkan bermain dengan boneka

Kebebasan yang didengungkan masyarakat Barat memang kelewat batas. Beberapa tahun belakangan semakin banyak anak-anak yang dibiarkan tidak memahami eksistensi dan jatidirinya dengan baik, hingga akhirnya banyak muncul kasus operasi ganti kelamin di kalangan anak-anak remaja. Alasan yang biasa dikemukakan adalah karena mereka mengalami gender dysphoria, keadaan di mana seseorang merasa terperangkap pada tubuh dengan jenis kelamin yang salah.

Padahal jika diperhatikan lebih cermat, masalah itu adalah karena kebiasaan sejak kecil. Anak-anak itu dibiarkan tumbuh tanpa bimbingan yang baik untuk mengenal siapa dirinya. Orangtua hanya “pasrah” menuruti kebiasaan yang ditunjukkan oleh anak mereka, hingga akhirnya terbawa hingga dewasa.

Jelas sekali orangtua tidak menggunakan masa 0 tahun hingga balita, yang merupakan masa emas untuk pembentukan jatidiri anak.

Liburan sekolah di musim panas sudah usai. Seorang bocah laki-laki berusia 12 tahun di tenggara Inggris, masuk ke sekolah menengah pertamanya sebagai seorang siswi. Ia mengenakan pakaian anak perempuan, rambutnya diikat ke belakang dan dihiasi pita.

Tentu saja bocah itu, segera menjadi bahan ejekan teman-teman sekolah yang sudah mengenalnya sejak sekolah dasar.

Akibatnya, sekolah yang memiliki 1.000 anak murid itu melakukan pertemuan darurat. Memerintahkan anak-anak didiknya untuk memperlakukan bocah itu sebagai anak perempuan, dan memanggilnya dengan nama baru pemberian ibunya.

Kim Petras sudah menjadi wanita

Namun, para wali murid menjadi marah demi melihat anak-anak mereka menangis mendengar kabar tentang seorang siswa yang berubah menjadi siswi itu. Para orangtua mengatakan seharusnya pihak sekolah mmberitahukan masalah itu kepada mereka sebelumnya, agar anak-anak bisa mendapatkan pengarahan dan berbicara dengan orangtua seputar masalah gender.

Seorang ibu yang putrinya menjadi teman sekelas bocah itu di bangku SD mengatakan kepada The Sun, “Ia (putri saya) menceritakan kepada saya bahwa bocah laki-laki itu menjadi bulan-bulanan teman sekolahnya.”

“Yang sangat menjengkelkan para wali murid adalah sekolah tidak berusaha terlebih dahulu mengirimi surat, sehingga kami bisa menjelaskan hal itu dengan cara kami sendiri.”

“Mereka (anak-anak) hanya diberitahu, ‘Kalian mungkin melihat ada satu anak yang tidak hadir di ruangan ini, itu karena murid tersebut sekarang menjadi anak perempuan.’”

“Anak perempuan itu, sekarang langsung menuju “nereka”, akibat masalah ini ditangani seperti sekarang ini.”

Semua kekacauan itu bisa dipahami, karena dulu ketika SD, guru kepalanya meminta murid-murid untuk memperlakukan bocah itu sebagai anak laki-laki, sementara anak itu menunjukkan perilaku feminin. Ia mengenakan bikini ketika pelajaran berenang, mengikat rambutnya dan mengendarai skuter merah muda.

Ibunya berkata, “Kami bertekad untuk memberikan yang terbaik untuk anak kami. Kami juga bekerjasama dengan lembaga lain guna memastikan bahwa kesejahteraan anak kami dilindungi.”

Anak yang sudah bertahun-tahun ke sekolah memakai pita itu sedang bersiap menjalani terapi hormon dan operasi ganti kelamin. Ia mungkin akan menjadi orang termuda yang melakukan operasi itu.

Add a comment December 9, 2009

Kebanyakan PR malah bakal menurunkan prestasi siswa

Selama ini banyak pendidik yang berpikir bahwa memberikan pekerjaan rumah yang banyak akan memaksa siswa untuk lebih giat belajar hingga prestasi mereka akan meningkat. Hasil penelitian terakhir justru menunjukkan bukti yang bertentangan dengan anggapan ini.

Survey yang dilakukan di 41 negara di dunia ini dipublikasikan dalam buku “National Differences, Global Similarities: World Culture and the Future of Schooling” yang diterbitkan oleh Stanford University Press.

Survey ini dilakukan dengan mengujikan sejumlah soal yang sama kepada sejumlah siswa di setiap negara.Hasilnya sangat menakjubkan.

Murid di Jepang, Republik Ceko dan Denmark yang hanya menerima PR yang jumlahnya relatif sedikit, memperoleh nilai yang tertinggi. Sebaliknya paa siswa dari Thailand, Yunani dan Iran yang mendapat PR yang banyak jumlahnya memperoleh nilai yang paling rendah. Fakta ini diungkapkan oleh David Baker peneliti dari Penn State University.

Jumlah PR yang banyak biasanya akan menjadi problem yang besar bagi para siswa yang kemampuan ekonominya rendah. Hal ini disebabkan karena orang tua mereka tidak mampu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar. PR juga biasanya dirancang untuk sekedar mengingat langkah-langkah pengerjaan soal, dan hal ini tidak cocok untuk kebanyakan siswa. Begitulah kesimpulan yang ditarik oleh para peneliti melalui survey ini.

PR biasanya diambil sebagai jalan pintas bagi peningkatan mutu pendidikan, bukannya meningkatkan kesempatan dan akses memperoleh pengetahuan. Hal ini justru akan memboroskan energi, waktu dan biaya. Begitulah pendapat yang diajukan oleh LeTendre peneliti dari Penn State University.

Hasil penelitian ini hendaknya menjadi renungan bagi para pendidik di Indonesia yang kebanyakan penduduknya miskin. Selain memperkirakan jumlah PR, bentuk PR tersebut juga harus diperbaiki. PR harus menjadi media untuk memperluas akses informasi siswa dan bukan sekedar media menghafal langkah-langkah pengerjaan soal.

Add a comment December 9, 2009

Pages

Categories

Links

Meta

Calendar

December 2009
M T W T F S S
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
28293031  

Posts by Month

Posts by Category